Ukuran fungi dapat makro maupun mikroskopis. Fungi
makroskopis seperti musroom, puffball, dan morel merupakan fungi yang dapat
dimakan, sehingga ditanam secara komersial. Fungi mikroskopis merupakan fungi
yang memiliki keanekaragaman luas dan memiliki arti penting secara ekonomi
(negatif). Fungi mikroskopis sering merupakan parasit tanaman ekonomi,
berkontribusi terhadap alergi, dan patogen oportunis manusia dan hewan.
Fungi adalah mikroba eukariota. Kapang primitif seperti
kapang air dan kapang roti memproduksi filamen senositik (filamen multinukleus
tanpa septa). Sedangkan kapang lebih maju memiliki filamen bersepta (uninukleus
maupun multinukleus). Septa masih menyediakan pori untuk komunikasi sitoplasma
antarsel (termasuk migrasi nukleus). Banyak fungi berbentuk sel tunggal yang
disebut khamir. Beberapa fungi patogen oportunis memiliki bentuk dimorfis,
yaitu secara alami berbentuk miselia, tetapi dapat berbentuk khamir ketika
menjadi patogen atau sebaliknya (Gambar 16.1).
Gambar 16.1 Dimorfisme pada Candida albicans, yaitu bentuk khamir
(YMC) dan hifa sejati (H). Sel khamir dapat memproduksi pseudohifa (Ph)
dan tunas (DYC), sedangkan hifa
membentuk germ tube (GT).
Fungi
memperoleh sumber karbon dari substansi organik baik dari material hidup
(parasit) maupun mati (saprofit) secara absorbsi. Molekul sederhana seperti
gula dan asam amino dapat langsung terdifusi ke dalam sel. Makromolekul harus
disederhanakan oleh enzim hidrolisis sebelum terserap ke dalam sel (Gambar 16.2).
Gambar 16.2 mekanisme
digesti nutrien secara absorbsi oleh fungi
STRUKTUR
SELULER
Dinding
Sel
Dinding
sel fungi kaku dan merupakan struktur terstratifikasi terdiri atas mikrofibril
khitin terbenam dalam matriks polisakarida, protein, lipid, garam anorganik,
dan pigmen. Khitin adalah polimer N-asetil-D-glukosamin (GlcNAc) yang
tersambung via ikatan b1-4. Khitin diproduksi di sitosol. Monomer GlcNAc berasal
dari uridin difosfat GlcNAc.
Polisakarida
utama matriks dinding sel adalah glukan nonselulosa seperti glikogen, mannan
(polimer manosa), khitosan (polimer glukosamin), dan galaktan (polimer
galaktosa). Sejumlah kecil fukosa, rhamnosa, xilosa, dan asam uronat terdapat
dalam matriks dinding sel. Glukan pada fungi adalah polimer glukosa yang
terikat secara konfigurasi b, baik b1-3 maupun b1-6. Dinding sel hifa Paracoccidioides
brasiliensis terdiri atas khitin dan b-glukan berlapis tunggal setebal 80—150 nm. Sedangkan
tebal dinding sel khamir 200—600 nm dengan 3 lapis khitin dan b-glukan.
Banyak
fungi, khususnya khamir, memiliki peptidomannan mudah larut sebagai komponen
terluar matriks dinding sel. Mannan, galaktomannan, dan rhamnomannan
bertanggungjawab terhadap respons imun sel inang terhadap khamir dan kapang.
Cryptococcus neoformans menghasilkan
kapsula polisakarida yang terdiri atas 3 polimer, yaitu glukoronoxilomannan,
galaktoxilomannan, dan mannoprotein. Berdasarkan proporsi residu xilosa dan
glukoronat, C. neoformans dapat
dibedakan menjadi 4 kelompok antigenik, yaitu A, B, C, dan D. Kapsula ini
antifagositik dan berperan sebagai faktor virulensi dan penghindar deteksi
sistem imun.
Selain
khitin, glukan, dan mannan, dinding sel mengandung lipid, protein, khitosan,
asam fosfatase, a-amilase, protease, melanin, ion anorganik (PO43-,
Ca2+, Mg2+). Bagian terluar dinding sel dermatofita
berisi glikoprotein yang memicu hipersensitifitas kutan. Tabel 16.1 menunjukkan
hubungan komponen dinding sel dengan kelompok taksonomi.
Tabel 16.1 Komponen utama dinding
sel pada beberapa kelompok fungi
Komponen Utama
|
Kelompok Taksonomi
|
Contoh
|
Khitin-Khitosan
Khitin-Glukan
Glukomannan
Khitin-Mannan
|
Zygomycetes
Ascomycetes
(miselia)
Basidiomycetes
(miselia)
Fungi
Imperfecti
Ascomycetes
(khamir)
Fungi
Imperfecti (khamir)
Basidiomycetes
(khamir)
|
Rhizopus arrizus
Pseudallescheria boydii
Schizophyllum commune
Phialophora verrucosa
Saccharomyces cerevisiae
Candida albicans
Filobasidiella neoformans
|
Membran
Plasma
Membran
plasma jamur mirip dengan mebran plasma mammalia, tetapi fungi memiliki sterol
nonpolar, yaitu ergosterol daripada kolesterol pada mammalia. Membran plasma
mengatur keluar-masuk material secara selektif permeabel. Membran sterol
memberikan fungsi secara struktural, modulasi fluiditas, dan kontrol
fisiologis.
Komponen
utama membran plasma adalah lipid, protein, dan sedikit karbohidrat. Lipid
merupakan struktur lapisan ganda plasma membran dan biasanya berupa fosfolipid
dan sfingolipid. Bagian hidrofilik menghadap ke luar, sedangkan bagian
hidrofobik terbenam di dalam. Protein tersebar di seluruh lapisan ganda lipid.
Protein integral menembus lapisan ganda lipid, sedangkan protein tepi terbenam
(tetapi tidak menembus) lapisan ganda lipid. Struktur lipoprotein ini
memberikan pembatas efektif bagi berbagai molekul. Molekul menembus membran melalui
mekanisme difusi dan transport aktif. Molekul ergosterol merupakan sasaran agen
antifungi. Beberapa agen antifungi mengintervensi sintesis ergosterol. Penghambatan sintesis ergosterol dapat
mengubah permeabilitas membran, sehingga menghamabat pertumbuhan. Penghambatan
sintesis ergosterol juga menghambat aktivasi khitin sintase zimogen. Hal ini
mengakibatkan produksi khitin berlebih, sehingga menghasilkan pertumbuhan
abnormal.
Mikrotubulus
Fungi
memiliki mikrotubulus yang berupa protein mikrotubulin. Protein tubulin terdiri
atas dimer 2 subunit protein. Mikrotubulus merupakan struktur silinder
berlubang panjang (long hollow cylinder)
dengan diameter 25 nm. Mikrotubulus bertanggung jawab terhadap pergerakan
kromosom, nukleus, badan Golgi, dan organela lainnya.
Mikrotubulus
merupakan komponen prinsipil benang spindel yang membantu pergerakan kromosom
selama meiosis dan mitosis. Ketika sel terpapar agen antimikrotubulus, maka
pergerakan nukleus, mitokondria, vakuola, dan apikal vesikel terganggu. Griseofulvin
yang digunakan untuk mengatasi infeksi dermatofit, mengikat protein terasosiasi
mikrotubulus yang terlibat dalam asembling dimer tubulin. Dengan mengintervensi
polimerisasi tubulin, griseofulvin menghentikan mitosis pada metafase.
Nukleus
fungi terbungkus oleh amplop nuklear dan berisi kromatin dan nukleolus. Bentuk,
ukuran, dan jumlah nukleus fungi bervariasi. Material genetik pada fungi
tersebar di nukleus (80—99%) dan mitokondria (1—20%). Pada beberapa isolat Saccharomyces cerevisiae 5% material
genetik berada dalam plasmid.
STRUKTUR
MAKRO
Fungi
Filamentus vs Bakteri Filamentus
Fungi,
seperti bakteri merupakan dekomposer penting dan parasit baik pada manusia,
hewan, dan tumbuhan. Kedua kelompok mikroba ini dapat saling berkompetisi pada
habitat sama untuk memperebutkan sumber makanan. Mekanisme kompetisi biasanya
dengan pengeluaran substansi antimikroba dan toksin. Penisinin dan nistatin
merupakan agen antimikroba yang diproduksi masing-masing oleh fungi Penicillium chrysogenum dan bakteri Streptomyces noursei.
Terdapat
kemiripan morfologi fungi filamentus (kapang) dan bakteri filamentus
(actinomycetes) dan ini membuat dugaan bahwa kedua kelompok berhubungan
filogenetik. Perbedaan mendasar keduanya adalah organisasi DNA dan model
reproduksi. Organisasi DNA actinomycetes adalah tanpa membran nukleus,
sedangkan kapang dengan membran nukleus. Model reproduksi actinomycetes adalah
pembelahan biner, sedangkan kapang memiliki struktur sel khusus reproduksi
aseksual (konidia) dan seksual (askosposa, zigospora, atau basidiospora).
Gambar 16.3 Pertumbuhan
apikal hifa kapang (kiri) dan pertunasan khamir (kanan)
Morfologi
Hifa dan Khamir
Pertumbuhan
hifa terjadi dengan pemanjangan ujung (Gambar 16.3). Studi ultrastruktural
menunjukkan bahwa terdapat organisasi sempurna organela dan elemen sitoskeletal
dalam pertumbuhan apikal. Bentuk zimogen khitin sintase terdeteksi pada
mikrovesikel yang disebut khitosom. Khitosom berasal dari badan Golgi atau
secara independen terbentuk di sitoplasma. Aktivasi khitin sintase terjadi pada
fusi khitosem dan membran plasma. Pembentukan fibril khitin terjadi di daerah
interaksi zimogen khitin.
Pertunasan pada khamir Saccharomyces cerevisiae dikatalis oleh enzim polisakarida sintase
(khitin sintase dan b1-3glukan sintase) yang tersebar takmerata pada membran
plasma (Gambar 16.3). Pertunasan khamir menunjukkan bahwa aktivitas sintase
terjadi pada daerah di mana dinding sel sedang tumbuh.
Reproduksi
Reproduksi
seksual pada fungi dicirikan dengan fusi 2 nukleus haploid (kariogami) diikuti
pembelahan meiosis nukleus diploid (Gambar 16.4). pada beberapa kasus spora
seksual dihasilkan oleh fusi 2 nukleus berbeda ukuran dan status reproduktif.
Secara normal plasmogami (fusi 2 protoplasma hifa) diikuti dengan segera
kariogami. Pada beberapa anggota basidiomycetes kedua kejadian terpisah agak
lama. Setelah berfusi terjadi pertumbuhan dan pembelahan sel.
Gambar 16.4 Siklus hidup S. cerevesiae (A) dan
pembentukan basidiospra (B) Filobasidiella
neoformans (anamorf:Cryptococcus neoformans) yang meliputi pembentukan sel dikarion (1 dan 2), kariogami (3),
meiosis (4 dan 5), pembentukan basidiospora (6), dan mitosis dan proliferasi
basidiospora.
Fungi
bereproduksi aseksual melalui pertunasan yang sederhana, pembentukan blastik
konidia dari hifa terspesialisasi, fragmentasi hifa, dan konversi elemen hifa
(Gambar 16.5). Terlepas dari ketiadaan meiosis delama siklus hidup pada fungi
imperfect, rekombinasi properti hereditas dan variasi genetik dapat terjadi
melalui mekanisme yang disebut paraseksualitas (Gambar 16.6). Kejadian utama
pada proses paraseksualitas meliputi produksi nukleus diploid pada
heterokariotik miselia, produksi miselium haploid dari plasmogami dan
kariogami, perbanyakan nukleus diploid bersama dengan nukleus haploid pada
miselia heterokariotik, pindah silang, dan haploidisasi nukleus diploid.
Beberapa fungi mampu melakukan reproduksi seksual dan paraseksual.
Gambar 16.5 Reproduksi
aseksual pada fungi konidial. Perkembangan konidia dari hifa melalui mekanisme
hifa (A), hifa terspesialisasi yang disebut fialid (B), fragmentasi hifa (C),
konversi hifa apikal yang menghasilkan propagul (D), dan konversi hifa
interkalar yang menghasilkan klamidospora (E)
Gambar 16.6 Proses siklus paraseksual
(rekombinasi genetik tanpa meiosis). Tahapan paraseksual dimulai dari konjugasi
hifa (1), sehingga menghasilkan heterokariosis hifa (2). Terjadi kariogami
sehingga menghasilkan nukleus diploid (3). Nukleus diploid bermitosis dan
melakukan segregasi (4). Pada proses mitosis dapat terjadi pindah silang,
sehingga akan dihasilakn sel rekombinan.
KLASIFIKASI
Fungi
diklasifikasikan berdasarkan kemampuan bereproduksi seksual, aseksual, atau
kombinasi keduanya (Tabel 16.3). Struktur reproduktif aseksual sering disebut
anamorf merupakan. Karena berdasarkan bentuk morfologi aseksual, maka sistem
klasifikasi fungi tidak mencerminkan hubungan filogenetik. Struktur reproduktif
seksual disebut juga teleomorf, yaitu askospora, basidiospora, oospora, dan
zigospora. Kriteria struktur reproduktif mencerminkan hubungan filogenetik.
Terminologi holomorf digunakan untuk mendiskripsikan fungi secara keseluruhan,
yaitu terdiri atas teleomorf dan anamorf.
Blastomyces
dermatitidis merupakan nama anamorf
dan memiliki nama teleomor yaitu Ajellomyces
dermetitidis. Struktur anamorf, yaitu hifa & konidia sel tunggal (pada
suhu 25°C) dan sel khamur bertunas (pada suhu 35°C). Struktur teleomorf, yaitu badan
buah (disebut gimnoteka) berisi askospora. Jika menyebut nama B. dermetitidis maka merujuk pada
struktur anamorf. Jika menyebut A.
dematitidis, maka merujuk pada struktur teleomorf. Namun jika holomorf,
maka nama yang benar adalah A.
dermatiridis karena menunjukkan hubungan filogenetik.
Tabel 16.3 Klasifikasi fungi
Filum
|
Struktur Seksual
|
Struktur Aseksual
|
Chytridiomycota
Zygomycota
Ascomycota
Basidiomycota
Fungi Imperfect
|
Oospora
Zigospora
Ascospora
Basidiospora
Tidak diketahui
|
Spora dan
konidia
Spora dan konidia
Konidia
Konidia
Konidia
|
PATOGENESIS
FUNGI
Fungi
berkembang dan berkoloni pada manusia dengan berbagai mekanisme. Kemampuan
tumbuh pada suhu 37°C merupakan hal penting. Fungi dermatofit memproduksi
keratinase yang mampu mendigesti keratin kulit, kuku, dan rambut manusia.
Bentuk dimorfisme menjadikan fungi berbentuk kapang (di alam) dan khamir di
jaringan inang. Bentuk khamir ini bersifat patogenik. Sebaliknya Candida albicans memiliki bentuk alami
sel khamir, tetapi bentuk patogenik adalah filamentus (Tabel 16.2). Fungi dapat
tersebar lokal seperti fungi dermatofit pada kulit jaringan subkutan. Fungi
dapat tersebar luas, dimulai pada infeksi saluran pernafasan dan menyebar ke
organ lainnya. Penyebaran fungi melalui makrofag (fungi dapat tumbuh di
makrofag tanpa terfagosit) maupun non-makrofag. Reaksi patogenesis fungi
biasanya berupa reaksi alergi.
Faktor
Inang
Resistensi
manusia terhadap serangan fungi berdasar pada berbagai mekanisme protektif
terhadap masuknya fungi. Asam lemak takjenuh rantai panjang merupakan komponen
penghambat pertumbuhan fungi di kulit, kompetisi pH dengan bakteri flora
normal, laju regenerasi sel epitel, dan kondisi kering startum korneum.
Permukaan tubuh seperti saluran pernafasan, pencernaan, dan vagina yang diisi
oleh membran mukosa (lapisan sel epitel) bersilia dan mengeluarkan substansi
antimikroba, dengan cepat akan mengusir mikroba termasuk fungi.
Status
imunologis inang merupakan faktor penting dalam menentukan pertumbuhan fungi
patogen. Imunitas termediasi sel merupakan sistem pertahanan iang penting dalam
mengontrol infeksi fungi. Hal ini karena pasien dengan sistem imun termediasi
sel lemah menunjukkan penderitaan infeksi fungi lebih lama dibandingkan dengan
pasien sistem imun humoral lemah.
Faktor
Fungi
Infeksi Superfisial Fungi
Infeksi
superfisial terjadi pada lapisan terluar, yaitu stratum korneum kulit (Phaeoannellomyces
werneckii [syn. Exophiala werneckii] dan M. furfur), kutikula rambut (Trichosporon
beigelii dan Piedraia hortae).
Infeksi ini biasanya menghasilkan permasalahan kulit (kosmetik) yang jarang
memancing respons imun, kecuali infeksi M. furfur. Fungi biasanya
merupakan patogen oportunis, yaitu mikroba yang berubah menjadi, jika kondisi
sistem imun inang mengalami penurunan.
Infeksi Fungi dermatofit
Fungi
dermatofit dapat berkoloni di kulit, rambut, dan kuku. Fungi ini memiliki
properti invasif lebih tinggi daripada fungi penginfeksi superfisial. Fungi
ini menghasilkan berbagai penyakit dari
yang ringan (kulit bersisik) sampai peradangan. Studi lanjut menunjukkan bahwa
potensi patogenesis fungi ini bergantung pada jenis parasit, species inang, status imunologis inang,
jenis pakaian, jenis alas kaki. Perlukaan merupakan awal infeksi fungi ini.
Fungi ini mampu masuk di sela-sela jaringan kulit yang rusak dan berkoloni.
Namun sistem imun termediasi sel (transferin) dapat menahan invasi fungi pada
perlukaan.
KLASIFIKASI
MIKOSIS
Infeksi fungi atau mikosis dapat menghasilkan berbagai
penyakit pada manusia. Mikosis bervariasi dari infeksi superfisial lapisan luar
sampai infeksi pada organ dalam (otak, jantung, paru, hati, dan ginjal). Karena
sebaian besar fungi patogen adalah patogen oportunis, maka status imunologis
pasien sangat menentukan terjadinya mikosis.
Infeksi
fungi dapat diklasifikasi berdasarkan letak infeksi, jalur ekuisisi, dan jenis
virulensi. Berdasarkan letak infeksi, maka mikosis dibedakan menjadi mikosis
superfisial, mikosis kutan, mikosis subkutan, dan mikosis dalam. Mikosis
superfisial adalah infeksi fungi pada lapisan permukaan kulit. Mikosis kutan
dan subkutan adalah infeksi fungi pada lapisan kutan dan subkutan kulit.
Mikosis dalam adalah infeksi fungi pada organ dalam seperti otak, jantung,
hati, dan ginjal (Gambar 16.7). gerbang masuk mikosis dalam adalah saluran
pernafasan dan pencernaan.
Gambar 16.7
Mikosis berdasarkan letak infeksi
Mikosis
Superfisial dan Mikosis Kutan
Mikosis
superfisial termasuk infeksi fungi Piedra
hortae, Trichosporon beigeii, Malassezia furfur, dan Phaeoannellomyces wereckii
yang menghasilkan penyakit piedra hitam, piedra putih, pityriasis versicolor
dan tinea nigra. Penyakit-penyakit ini dicirikan dengan hipopigmentasi atau
hiperpigmentasi kuliy leher, pundak, dada, dan punggung. Piedra hortae dan Trichosporon
beigeii biasanya menyerang kulit dan menghasilkan nodul (piedra) hitam dan
putih.
Mikosis
kutan dapat dibedakan menjadi dermatofitosis atau dermatomikosis.
Dermatofitosis merupakan mikosis oleh genera Epidermophyton, Microsporum,
dan Trichophyton. Dermatomikosis adalah infeksi fungi genus lainnya,
biasanya oleh Candida spp.
Dermatofitosis oleh masing-masing genus memiliki daerah infeksi spesifik. Epidermophyton
floccosum hanya menginfeksi kulit
dan kuku. Microsporum spp. Menginfeksi rambut dan kulit. Trichophyton
spp. Menginfeksi rambut, kulit, dan kuku.
Mikosis
Subkutan
Terdapat 3 tipe mikosis subkutan, yaitu
kromoblastomikosis, misetoma, dan sporotrikosis. Kromoblastomikosis merupakan
mikosis subkutan yang dicirikan dengan lesi verrucoid kulit (biasanya terjadi
di ekstremitas bawah), analisis histologi memunculkan sel muriform yang menjadi
ciri infeksi ini. Kromoblastomikosis tidak pernah menginfeksi lapisan dalam
seperti otot, tulang, dan tendon. Misetoma merupakan infeksi subkutan yang
dapat merusak otot, tulang, dan tendon. Kromoblastomikosis disebabkan oleh Fonsecaea
pedrosoi, Fonsecaea compacta, Cladosporium carionii, and Phialophora
verrucosa. Misetoma disebabkan oleh Pseudallescheria boydii dan Nocardia
brasiliensis. Sporotrikosis
merupakan infeksi fungi Sporothrix schenckii. Fungi ini biasanya
menginfeksi jaringan subkutan di daerah melalui perlukaan. Sporotrikosis dapat
menyebar melalui saluran limfatik.
Mikosis Dalam
Mikosis
dalam disebabkan oleh fungi patogen dan fungi patogen oportunis. Fungi patogen
merupakan fungi yang secara alami dapat menginfeksi inang, sedangkan fungi
patogen oportunistik hanya dapat menginfeksi inang jika sistem imun inang
terkompromi (misalnya pasien kanker, transplantasi organ, pembedahan, dan
AIDS). Gerbang masuk fungi patogen ini biasanya melalui saluran pernafasan,
sedangkan fungi patogen oportunis melalui saluran pernafasan dan pencernaan
atau peralatan medis intravaskuler inang.
Fungi
patogen sestemik termasuk Coccidioides immitis, Histoplasma capsulatum,
Blastomyces dermatitidis, dan Paracoccidioides brasiliensis. Fungi
patogen oportunis termasuk Cryptococcus neoformans, Candida spp., Aspergillus
spp., Penicillium marneffei, the Zygomycetes, Trichosporon beigelii,
dan Fusarium spp.
Dimorfisme
Fungi Patogen
Dimorfisme
fungi merupakan konversi morfologi dan fisiologi dari satu fenotip ke fenotip
lainnya akibat perubahan kondisi lingkungan (Tabel 16.2). berbagai faktor
lingkungan inang yang memicu dimorfisme, adalah asam amino, suhu, karbohidrat,
elemen trace. Dimorfisme fungi patogen S.
shcenckii adalah perubahan bentuk hifa/kapang menjadi bentuk khamir dalam
jaringan
Mikosis Dalam Primer
Kebanyakan
mikosis dalam primer merupakan infeksi selama perjalanan di daerah endemik
fungi patogen. Artrokonidoa C. immitis dapat
terhirup dan berubah menjadi sferula dalam paru. Kebanyakan kasus
kokidiomikosis menghasilkan infeksi ringan pada pasien yang menghirup
artrokonidia, tetapi pada pasien yang terinfeksi paru sebelumnya,
kokidiomikosis dapat menyebar ke otak, tulang, dan tempat lainnya.
Histoplasmosis merupakan infeksi primer paru akibat
menghirup konidia Histoplasma capsatum.
Bentuk H. Capsatum berubah menjadi khamir (blastokonidia) di dalam
paru. Penyebaran blastokonidia dapat mencapai nodus limfatikus, limpa, hati,
sumsum tulang, dan otak. Histoplasmosis dicirikan dengan pertumbuhan intrasel
fungi patogen dalam makrofag.
Mikosis
Oportunis
Kandidiasis
Kandidiasis
disebabkan oleh C. albicans dan Candida spp. lainnya. Kandidiasis dapat dibedakan menjadi kandidiasis
superfisial dan kandidiasis dalam. Kandidiasis superfisial melibatkan infeksi
permukaan mukosa dan epidermal pada rongga mulut, farinx, esofagus, usus,
kantong kemih, dan vagina. Saluran pencernaan dan kateter intravaskular
merupakan gerbang masuk Candida,
sehingga menghasilkan kandidiasis dalam (viseral). Kandidiasis dalam meliputi
organ ginjal, hati, limfa, otak, mata, jantung, dan organ lainnya.
Aspergilosis
Aspergilosis
disebabkan oleh fungi patogen oprtunis Aspergillus
spp. Fungi ini masuk ke paru dan menyebar ke organ lainnya seperti otang,
ginjal, hati, jantung, dan tulang. Selain saluran pernafasan, gerbang masuk
aspergilosis adalah perlukaan kulit. Penurunan kuantitas neutrofil sirkuler
merupakan faktor kunci resiko perkembangan aspergilosis invasif.
Zigomikosis
Zigomikosis
disebabkan oleh Rhizopus, Rhizomukor,
Absidia, Mucor, atau anggota Zigomycetes
lainnya. Sindrom rhinoserebral yang terjadi pada pasien diabetes dan
ketoasidosis, neutropenia, dan kortikosteroid merupakan faktor utama
zigomikosis. Zigomycetes dan Aspergillus mempunyai
kecenderungan menginvasi peredaran darah.
KONTROL
MIKOSIS
Kontrol
mikosis termasuk pencegahan dan perlakuan. Pencegahan meliputi pencegahan
terhadap kondisi lingkungan yang konduktif bagi pertumbuhan fungi.
Mempertahankan lingkungan bebas spora di rumah sakit dapat menurunkan infeksi
nosokomial jamur. Pada pasien terkompromi imun yang menerima perlakuan yang
dapat menurunkan sistem imun, perlu mendapat agen antifungi. Agen antifungi
biasanya berisi substansi penghambat biosintesis ergosterol, seperti azol,
alilamin, dan morfolin. Agen antifungal adalag 5-fluorositosin (menghambat
sintesis DNA dan RNA), griseofulvin (menghambat mitosis).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar