Sabtu, 28 Juli 2012

PENGANTAR MIKOLOGI


Ukuran fungi dapat makro maupun mikroskopis. Fungi makroskopis seperti musroom, puffball, dan morel merupakan fungi yang dapat dimakan, sehingga ditanam secara komersial. Fungi mikroskopis merupakan fungi yang memiliki keanekaragaman luas dan memiliki arti penting secara ekonomi (negatif). Fungi mikroskopis sering merupakan parasit tanaman ekonomi, berkontribusi terhadap alergi, dan patogen oportunis manusia dan hewan.
Fungi adalah mikroba eukariota. Kapang primitif seperti kapang air dan kapang roti memproduksi filamen senositik (filamen multinukleus tanpa septa). Sedangkan kapang lebih maju memiliki filamen bersepta (uninukleus maupun multinukleus). Septa masih menyediakan pori untuk komunikasi sitoplasma antarsel (termasuk migrasi nukleus). Banyak fungi berbentuk sel tunggal yang disebut khamir. Beberapa fungi patogen oportunis memiliki bentuk dimorfis, yaitu secara alami berbentuk miselia, tetapi dapat berbentuk khamir ketika menjadi patogen atau sebaliknya (Gambar 16.1).


Gambar 16.1 Dimorfisme pada Candida albicans, yaitu bentuk khamir (YMC) dan hifa sejati (H). Sel khamir dapat memproduksi pseudohifa (Ph) dan  tunas (DYC), sedangkan hifa membentuk germ tube (GT).

            Fungi memperoleh sumber karbon dari substansi organik baik dari material hidup (parasit) maupun mati (saprofit) secara absorbsi. Molekul sederhana seperti gula dan asam amino dapat langsung terdifusi ke dalam sel. Makromolekul harus disederhanakan oleh enzim hidrolisis sebelum terserap ke dalam sel (Gambar 16.2).

Gambar 16.2 mekanisme digesti nutrien secara absorbsi oleh fungi

STRUKTUR SELULER
Dinding Sel
            Dinding sel fungi kaku dan merupakan struktur terstratifikasi terdiri atas mikrofibril khitin terbenam dalam matriks polisakarida, protein, lipid, garam anorganik, dan pigmen. Khitin adalah polimer N-asetil-D-glukosamin (GlcNAc) yang tersambung via ikatan b1-4. Khitin diproduksi di sitosol. Monomer GlcNAc berasal dari uridin difosfat GlcNAc.
            Polisakarida utama matriks dinding sel adalah glukan nonselulosa seperti glikogen, mannan (polimer manosa), khitosan (polimer glukosamin), dan galaktan (polimer galaktosa). Sejumlah kecil fukosa, rhamnosa, xilosa, dan asam uronat terdapat dalam matriks dinding sel. Glukan pada fungi adalah polimer glukosa yang terikat secara konfigurasi b, baik b1-3 maupun b1-6. Dinding sel hifa Paracoccidioides brasiliensis terdiri atas khitin dan b-glukan berlapis tunggal setebal 80—150 nm. Sedangkan tebal dinding sel khamir 200—600 nm dengan 3 lapis khitin dan b-glukan.
            Banyak fungi, khususnya khamir, memiliki peptidomannan mudah larut sebagai komponen terluar matriks dinding sel. Mannan, galaktomannan, dan rhamnomannan bertanggungjawab terhadap respons imun sel inang terhadap khamir dan kapang.
            Cryptococcus neoformans menghasilkan kapsula polisakarida yang terdiri atas 3 polimer, yaitu glukoronoxilomannan, galaktoxilomannan, dan mannoprotein. Berdasarkan proporsi residu xilosa dan glukoronat, C. neoformans dapat dibedakan menjadi 4 kelompok antigenik, yaitu A, B, C, dan D. Kapsula ini antifagositik dan berperan sebagai faktor virulensi dan penghindar deteksi sistem imun.
            Selain khitin, glukan, dan mannan, dinding sel mengandung lipid, protein, khitosan, asam fosfatase, a-amilase, protease, melanin, ion anorganik (PO43-, Ca2+, Mg2+). Bagian terluar dinding sel dermatofita berisi glikoprotein yang memicu hipersensitifitas kutan. Tabel 16.1 menunjukkan hubungan komponen dinding sel dengan kelompok taksonomi.
Tabel 16.1 Komponen utama dinding sel pada beberapa kelompok fungi
Komponen Utama
Kelompok Taksonomi
Contoh
Khitin-Khitosan

Khitin-Glukan



Glukomannan


Khitin-Mannan
Zygomycetes

Ascomycetes (miselia)
Basidiomycetes (miselia)
Fungi Imperfecti

Ascomycetes (khamir)
Fungi Imperfecti (khamir)

Basidiomycetes (khamir)
Rhizopus arrizus

Pseudallescheria boydii
Schizophyllum commune
Phialophora verrucosa

Saccharomyces cerevisiae
Candida albicans

Filobasidiella neoformans

Membran Plasma
            Membran plasma jamur mirip dengan mebran plasma mammalia, tetapi fungi memiliki sterol nonpolar, yaitu ergosterol daripada kolesterol pada mammalia. Membran plasma mengatur keluar-masuk material secara selektif permeabel. Membran sterol memberikan fungsi secara struktural, modulasi fluiditas, dan kontrol fisiologis.
            Komponen utama membran plasma adalah lipid, protein, dan sedikit karbohidrat. Lipid merupakan struktur lapisan ganda plasma membran dan biasanya berupa fosfolipid dan sfingolipid. Bagian hidrofilik menghadap ke luar, sedangkan bagian hidrofobik terbenam di dalam. Protein tersebar di seluruh lapisan ganda lipid. Protein integral menembus lapisan ganda lipid, sedangkan protein tepi terbenam (tetapi tidak menembus) lapisan ganda lipid. Struktur lipoprotein ini memberikan pembatas efektif bagi berbagai molekul. Molekul menembus membran melalui mekanisme difusi dan transport aktif. Molekul ergosterol merupakan sasaran agen antifungi. Beberapa agen antifungi mengintervensi sintesis ergosterol.  Penghambatan sintesis ergosterol dapat mengubah permeabilitas membran, sehingga menghamabat pertumbuhan. Penghambatan sintesis ergosterol juga menghambat aktivasi khitin sintase zimogen. Hal ini mengakibatkan produksi khitin berlebih, sehingga menghasilkan pertumbuhan abnormal.
Mikrotubulus
            Fungi memiliki mikrotubulus yang berupa protein mikrotubulin. Protein tubulin terdiri atas dimer 2 subunit protein. Mikrotubulus merupakan struktur silinder berlubang panjang (long hollow cylinder) dengan diameter 25 nm. Mikrotubulus bertanggung jawab terhadap pergerakan kromosom, nukleus, badan Golgi, dan organela lainnya.
            Mikrotubulus merupakan komponen prinsipil benang spindel yang membantu pergerakan kromosom selama meiosis dan mitosis. Ketika sel terpapar agen antimikrotubulus, maka pergerakan nukleus, mitokondria, vakuola, dan apikal vesikel terganggu. Griseofulvin yang digunakan untuk mengatasi infeksi dermatofit, mengikat protein terasosiasi mikrotubulus yang terlibat dalam asembling dimer tubulin. Dengan mengintervensi polimerisasi tubulin, griseofulvin menghentikan mitosis pada metafase. 
            Nukleus fungi terbungkus oleh amplop nuklear dan berisi kromatin dan nukleolus. Bentuk, ukuran, dan jumlah nukleus fungi bervariasi. Material genetik pada fungi tersebar di nukleus (80—99%) dan mitokondria (1—20%). Pada beberapa isolat Saccharomyces cerevisiae 5% material genetik berada dalam plasmid.
STRUKTUR MAKRO
Fungi Filamentus vs Bakteri Filamentus
            Fungi, seperti bakteri merupakan dekomposer penting dan parasit baik pada manusia, hewan, dan tumbuhan. Kedua kelompok mikroba ini dapat saling berkompetisi pada habitat sama untuk memperebutkan sumber makanan. Mekanisme kompetisi biasanya dengan pengeluaran substansi antimikroba dan toksin. Penisinin dan nistatin merupakan agen antimikroba yang diproduksi masing-masing oleh fungi Penicillium chrysogenum dan bakteri Streptomyces noursei.
            Terdapat kemiripan morfologi fungi filamentus (kapang) dan bakteri filamentus (actinomycetes) dan ini membuat dugaan bahwa kedua kelompok berhubungan filogenetik. Perbedaan mendasar keduanya adalah organisasi DNA dan model reproduksi. Organisasi DNA actinomycetes adalah tanpa membran nukleus, sedangkan kapang dengan membran nukleus. Model reproduksi actinomycetes adalah pembelahan biner, sedangkan kapang memiliki struktur sel khusus reproduksi aseksual (konidia) dan seksual (askosposa, zigospora, atau basidiospora).

Gambar 16.3 Pertumbuhan apikal hifa kapang (kiri) dan pertunasan khamir (kanan)

Morfologi Hifa dan Khamir
            Pertumbuhan hifa terjadi dengan pemanjangan ujung (Gambar 16.3). Studi ultrastruktural menunjukkan bahwa terdapat organisasi sempurna organela dan elemen sitoskeletal dalam pertumbuhan apikal. Bentuk zimogen khitin sintase terdeteksi pada mikrovesikel yang disebut khitosom. Khitosom berasal dari badan Golgi atau secara independen terbentuk di sitoplasma. Aktivasi khitin sintase terjadi pada fusi khitosem dan membran plasma. Pembentukan fibril khitin terjadi di daerah interaksi zimogen khitin.
Pertunasan pada khamir Saccharomyces cerevisiae dikatalis oleh enzim polisakarida sintase (khitin sintase dan b1-3glukan sintase) yang tersebar takmerata pada membran plasma (Gambar 16.3). Pertunasan khamir menunjukkan bahwa aktivitas sintase terjadi pada daerah di mana dinding sel sedang tumbuh.
Reproduksi
            Reproduksi seksual pada fungi dicirikan dengan fusi 2 nukleus haploid (kariogami) diikuti pembelahan meiosis nukleus diploid (Gambar 16.4). pada beberapa kasus spora seksual dihasilkan oleh fusi 2 nukleus berbeda ukuran dan status reproduktif. Secara normal plasmogami (fusi 2 protoplasma hifa) diikuti dengan segera kariogami. Pada beberapa anggota basidiomycetes kedua kejadian terpisah agak lama. Setelah berfusi terjadi pertumbuhan dan pembelahan sel.


Gambar 16.4 Siklus hidup S. cerevesiae (A) dan pembentukan basidiospra (B) Filobasidiella neoformans (anamorf:Cryptococcus neoformans) yang meliputi pembentukan sel dikarion (1 dan 2), kariogami (3), meiosis (4 dan 5), pembentukan basidiospora (6), dan mitosis dan proliferasi basidiospora.

            Fungi bereproduksi aseksual melalui pertunasan yang sederhana, pembentukan blastik konidia dari hifa terspesialisasi, fragmentasi hifa, dan konversi elemen hifa (Gambar 16.5). Terlepas dari ketiadaan meiosis delama siklus hidup pada fungi imperfect, rekombinasi properti hereditas dan variasi genetik dapat terjadi melalui mekanisme yang disebut paraseksualitas (Gambar 16.6). Kejadian utama pada proses paraseksualitas meliputi produksi nukleus diploid pada heterokariotik miselia, produksi miselium haploid dari plasmogami dan kariogami, perbanyakan nukleus diploid bersama dengan nukleus haploid pada miselia heterokariotik, pindah silang, dan haploidisasi nukleus diploid. Beberapa fungi mampu melakukan reproduksi seksual dan paraseksual.

Gambar 16.5 Reproduksi aseksual pada fungi konidial. Perkembangan konidia dari hifa melalui mekanisme hifa (A), hifa terspesialisasi yang disebut fialid (B), fragmentasi hifa (C), konversi hifa apikal yang menghasilkan propagul (D), dan konversi hifa interkalar yang menghasilkan klamidospora (E)


Gambar 16.6 Proses siklus paraseksual (rekombinasi genetik tanpa meiosis). Tahapan paraseksual dimulai dari konjugasi hifa (1), sehingga menghasilkan heterokariosis hifa (2). Terjadi kariogami sehingga menghasilkan nukleus diploid (3). Nukleus diploid bermitosis dan melakukan segregasi (4). Pada proses mitosis dapat terjadi pindah silang, sehingga akan dihasilakn sel rekombinan.

KLASIFIKASI
            Fungi diklasifikasikan berdasarkan kemampuan bereproduksi seksual, aseksual, atau kombinasi keduanya (Tabel 16.3). Struktur reproduktif aseksual sering disebut anamorf merupakan. Karena berdasarkan bentuk morfologi aseksual, maka sistem klasifikasi fungi tidak mencerminkan hubungan filogenetik. Struktur reproduktif seksual disebut juga teleomorf, yaitu askospora, basidiospora, oospora, dan zigospora. Kriteria struktur reproduktif mencerminkan hubungan filogenetik. Terminologi holomorf digunakan untuk mendiskripsikan fungi secara keseluruhan, yaitu terdiri atas teleomorf dan anamorf.
Blastomyces dermatitidis merupakan nama anamorf dan memiliki nama teleomor yaitu Ajellomyces dermetitidis. Struktur anamorf, yaitu hifa & konidia sel tunggal (pada suhu 25°C) dan sel khamur bertunas (pada suhu 35°C). Struktur teleomorf, yaitu badan buah (disebut gimnoteka) berisi askospora. Jika menyebut nama B. dermetitidis maka merujuk pada struktur anamorf. Jika menyebut A. dematitidis, maka merujuk pada struktur teleomorf. Namun jika holomorf, maka nama yang benar adalah A. dermatiridis karena menunjukkan hubungan filogenetik.
Tabel 16.3 Klasifikasi fungi
Filum
Struktur Seksual
Struktur Aseksual
Chytridiomycota
Zygomycota
Ascomycota
Basidiomycota
Fungi Imperfect
Oospora
Zigospora
Ascospora
Basidiospora
Tidak diketahui
Spora dan konidia
Spora dan konidia
Konidia
Konidia
Konidia

PATOGENESIS FUNGI
            Fungi berkembang dan berkoloni pada manusia dengan berbagai mekanisme. Kemampuan tumbuh pada suhu 37°C merupakan hal penting. Fungi dermatofit memproduksi keratinase yang mampu mendigesti keratin kulit, kuku, dan rambut manusia. Bentuk dimorfisme menjadikan fungi berbentuk kapang (di alam) dan khamir di jaringan inang. Bentuk khamir ini bersifat patogenik. Sebaliknya Candida albicans memiliki bentuk alami sel khamir, tetapi bentuk patogenik adalah filamentus (Tabel 16.2). Fungi dapat tersebar lokal seperti fungi dermatofit pada kulit jaringan subkutan. Fungi dapat tersebar luas, dimulai pada infeksi saluran pernafasan dan menyebar ke organ lainnya. Penyebaran fungi melalui makrofag (fungi dapat tumbuh di makrofag tanpa terfagosit) maupun non-makrofag. Reaksi patogenesis fungi biasanya berupa reaksi alergi.
Faktor Inang
            Resistensi manusia terhadap serangan fungi berdasar pada berbagai mekanisme protektif terhadap masuknya fungi. Asam lemak takjenuh rantai panjang merupakan komponen penghambat pertumbuhan fungi di kulit, kompetisi pH dengan bakteri flora normal, laju regenerasi sel epitel, dan kondisi kering startum korneum. Permukaan tubuh seperti saluran pernafasan, pencernaan, dan vagina yang diisi oleh membran mukosa (lapisan sel epitel) bersilia dan mengeluarkan substansi antimikroba, dengan cepat akan mengusir mikroba termasuk fungi.
            Status imunologis inang merupakan faktor penting dalam menentukan pertumbuhan fungi patogen. Imunitas termediasi sel merupakan sistem pertahanan iang penting dalam mengontrol infeksi fungi. Hal ini karena pasien dengan sistem imun termediasi sel lemah menunjukkan penderitaan infeksi fungi lebih lama dibandingkan dengan pasien sistem imun humoral lemah.
Faktor Fungi
Infeksi Superfisial Fungi
            Infeksi superfisial terjadi pada lapisan terluar, yaitu stratum korneum kulit (Phaeoannellomyces werneckii [syn. Exophiala werneckii] dan M. furfur), kutikula rambut (Trichosporon beigelii dan Piedraia hortae). Infeksi ini biasanya menghasilkan permasalahan kulit (kosmetik) yang jarang memancing respons imun, kecuali infeksi M. furfur. Fungi biasanya merupakan patogen oportunis, yaitu mikroba yang berubah menjadi, jika kondisi sistem imun inang mengalami penurunan.
Infeksi Fungi dermatofit
            Fungi dermatofit dapat berkoloni di kulit, rambut, dan kuku. Fungi ini memiliki properti invasif lebih tinggi daripada fungi penginfeksi superfisial. Fungi ini  menghasilkan berbagai penyakit dari yang ringan (kulit bersisik) sampai peradangan. Studi lanjut menunjukkan bahwa potensi patogenesis fungi ini bergantung pada jenis parasit, species inang, status imunologis inang, jenis pakaian, jenis alas kaki. Perlukaan merupakan awal infeksi fungi ini. Fungi ini mampu masuk di sela-sela jaringan kulit yang rusak dan berkoloni. Namun sistem imun termediasi sel (transferin) dapat menahan invasi fungi pada perlukaan.

KLASIFIKASI MIKOSIS
            Infeksi fungi atau mikosis dapat menghasilkan berbagai penyakit pada manusia. Mikosis bervariasi dari infeksi superfisial lapisan luar sampai infeksi pada organ dalam (otak, jantung, paru, hati, dan ginjal). Karena sebaian besar fungi patogen adalah patogen oportunis, maka status imunologis pasien sangat menentukan terjadinya mikosis.
            Infeksi fungi dapat diklasifikasi berdasarkan letak infeksi, jalur ekuisisi, dan jenis virulensi. Berdasarkan letak infeksi, maka mikosis dibedakan menjadi mikosis superfisial, mikosis kutan, mikosis subkutan, dan mikosis dalam. Mikosis superfisial adalah infeksi fungi pada lapisan permukaan kulit. Mikosis kutan dan subkutan adalah infeksi fungi pada lapisan kutan dan subkutan kulit. Mikosis dalam adalah infeksi fungi pada organ dalam seperti otak, jantung, hati, dan ginjal (Gambar 16.7). gerbang masuk mikosis dalam adalah saluran pernafasan dan pencernaan.


Gambar 16.7  Mikosis berdasarkan letak infeksi

Mikosis Superfisial dan Mikosis Kutan
            Mikosis superfisial termasuk infeksi fungi Piedra hortae, Trichosporon beigeii, Malassezia furfur, dan Phaeoannellomyces wereckii yang menghasilkan penyakit piedra hitam, piedra putih, pityriasis versicolor dan tinea nigra. Penyakit-penyakit ini dicirikan dengan hipopigmentasi atau hiperpigmentasi kuliy leher, pundak, dada, dan punggung. Piedra hortae dan Trichosporon beigeii biasanya menyerang kulit dan menghasilkan nodul (piedra) hitam dan putih.
            Mikosis kutan dapat dibedakan menjadi dermatofitosis atau dermatomikosis. Dermatofitosis merupakan mikosis oleh genera Epidermophyton, Microsporum, dan Trichophyton. Dermatomikosis adalah infeksi fungi genus lainnya, biasanya oleh Candida spp. Dermatofitosis oleh masing-masing genus memiliki daerah infeksi spesifik. Epidermophyton floccosum hanya menginfeksi kulit dan kuku. Microsporum spp. Menginfeksi rambut dan kulit. Trichophyton spp. Menginfeksi rambut, kulit, dan kuku.
Mikosis Subkutan
            Terdapat 3 tipe mikosis subkutan, yaitu kromoblastomikosis, misetoma, dan sporotrikosis. Kromoblastomikosis merupakan mikosis subkutan yang dicirikan dengan lesi verrucoid kulit (biasanya terjadi di ekstremitas bawah), analisis histologi memunculkan sel muriform yang menjadi ciri infeksi ini. Kromoblastomikosis tidak pernah menginfeksi lapisan dalam seperti otot, tulang, dan tendon. Misetoma merupakan infeksi subkutan yang dapat merusak otot, tulang, dan tendon. Kromoblastomikosis disebabkan oleh Fonsecaea pedrosoi, Fonsecaea compacta, Cladosporium carionii, and Phialophora verrucosa. Misetoma disebabkan oleh Pseudallescheria boydii dan Nocardia brasiliensis. Sporotrikosis merupakan infeksi fungi Sporothrix schenckii. Fungi ini biasanya menginfeksi jaringan subkutan di daerah melalui perlukaan. Sporotrikosis dapat menyebar melalui saluran limfatik.
Mikosis Dalam
            Mikosis dalam disebabkan oleh fungi patogen dan fungi patogen oportunis. Fungi patogen merupakan fungi yang secara alami dapat menginfeksi inang, sedangkan fungi patogen oportunistik hanya dapat menginfeksi inang jika sistem imun inang terkompromi (misalnya pasien kanker, transplantasi organ, pembedahan, dan AIDS). Gerbang masuk fungi patogen ini biasanya melalui saluran pernafasan, sedangkan fungi patogen oportunis melalui saluran pernafasan dan pencernaan atau peralatan medis intravaskuler inang.
            Fungi patogen sestemik termasuk Coccidioides immitis, Histoplasma capsulatum, Blastomyces dermatitidis, dan Paracoccidioides brasiliensis. Fungi patogen oportunis termasuk Cryptococcus neoformans, Candida spp., Aspergillus spp., Penicillium marneffei, the Zygomycetes, Trichosporon beigelii, dan Fusarium spp.
Dimorfisme Fungi Patogen
            Dimorfisme fungi merupakan konversi morfologi dan fisiologi dari satu fenotip ke fenotip lainnya akibat perubahan kondisi lingkungan (Tabel 16.2). berbagai faktor lingkungan inang yang memicu dimorfisme, adalah asam amino, suhu, karbohidrat, elemen trace. Dimorfisme fungi patogen S. shcenckii adalah perubahan bentuk hifa/kapang menjadi bentuk khamir dalam jaringan  
Mikosis Dalam Primer
            Kebanyakan mikosis dalam primer merupakan infeksi selama perjalanan di daerah endemik fungi patogen. Artrokonidoa C. immitis dapat terhirup dan berubah menjadi sferula dalam paru. Kebanyakan kasus kokidiomikosis menghasilkan infeksi ringan pada pasien yang menghirup artrokonidia, tetapi pada pasien yang terinfeksi paru sebelumnya, kokidiomikosis dapat menyebar ke otak, tulang, dan tempat lainnya.
Histoplasmosis merupakan infeksi primer paru akibat menghirup konidia Histoplasma capsatum. Bentuk H. Capsatum berubah menjadi khamir (blastokonidia) di dalam paru. Penyebaran blastokonidia dapat mencapai nodus limfatikus, limpa, hati, sumsum tulang, dan otak. Histoplasmosis dicirikan dengan pertumbuhan intrasel fungi patogen dalam makrofag.
Mikosis Oportunis
Kandidiasis
            Kandidiasis disebabkan oleh C. albicans dan Candida spp. lainnya. Kandidiasis dapat dibedakan menjadi kandidiasis superfisial dan kandidiasis dalam. Kandidiasis superfisial melibatkan infeksi permukaan mukosa dan epidermal pada rongga mulut, farinx, esofagus, usus, kantong kemih, dan vagina. Saluran pencernaan dan kateter intravaskular merupakan gerbang masuk Candida, sehingga menghasilkan kandidiasis dalam (viseral). Kandidiasis dalam meliputi organ ginjal, hati, limfa, otak, mata, jantung, dan organ lainnya.
Aspergilosis
            Aspergilosis disebabkan oleh fungi patogen oprtunis Aspergillus spp. Fungi ini masuk ke paru dan menyebar ke organ lainnya seperti otang, ginjal, hati, jantung, dan tulang. Selain saluran pernafasan, gerbang masuk aspergilosis adalah perlukaan kulit. Penurunan kuantitas neutrofil sirkuler merupakan faktor kunci resiko perkembangan aspergilosis invasif.
Zigomikosis
            Zigomikosis disebabkan oleh Rhizopus, Rhizomukor, Absidia, Mucor, atau anggota Zigomycetes lainnya. Sindrom rhinoserebral yang terjadi pada pasien diabetes dan ketoasidosis, neutropenia, dan kortikosteroid merupakan faktor utama zigomikosis. Zigomycetes dan Aspergillus mempunyai kecenderungan menginvasi peredaran darah.
KONTROL MIKOSIS
            Kontrol mikosis termasuk pencegahan dan perlakuan. Pencegahan meliputi pencegahan terhadap kondisi lingkungan yang konduktif bagi pertumbuhan fungi. Mempertahankan lingkungan bebas spora di rumah sakit dapat menurunkan infeksi nosokomial jamur. Pada pasien terkompromi imun yang menerima perlakuan yang dapat menurunkan sistem imun, perlu mendapat agen antifungi. Agen antifungi biasanya berisi substansi penghambat biosintesis ergosterol, seperti azol, alilamin, dan morfolin. Agen antifungal adalag 5-fluorositosin (menghambat sintesis DNA dan RNA), griseofulvin (menghambat mitosis).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar